Sabtu, 10 Desember 2011

Hemoroid (EwiqLiny^_^V)



a.      Definisi
Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan dimana limbah (tinja, kotoran) keluar dari dalam tubuh.
Rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan diatas anus, dimana tinja disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui anus.
Hemoroid bisa mengalami peradangan, menyebabkan terbentuknya bekuan darah (trombus), perdarahan atau akan membesar dan menonjol keluar.
Wasir yang tetap berada di anus disebut hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir yang keluar dari anus disebut hemoroid eksterna (wasir luar).

b.      Penyebab
Wasir bisa terjadi karena peregangan berulang selama buang air besar, dan sembelit (kesulitan buang air besar, konstipasi) bisa membuat peregangannya bertambah buruk. Penyakit hati menyebabkan kenaikan tekanan darah pada vena portal dan kadang-kadang menyebabkan terbentuknya wasir.

c.       Gejala
Wasir bisa mengeluarkan darah, terutama setelah buang air besar, sehingga tinja mengandung darah atau terdapat bercak darah di handuk/tisu kamar mandi.
Darahnya bisa membuat air di kakus menjadi merah. Tetapi jumlah darah biasanya sedikit dan wasir jarang menyebabkan kehilangan darah yang berat atau anemia.
Wasir yang menonjol keluar mungkin harus dimasukkan kembali dengan tangan perlahan-lahan atau bisa juga masuk dengan sendirinya. Wasir dapat membengkak dan menjadi nyeri bila permukaannya terkena gesekan atau jika di dalamnya terbentuk bekuan darah. Kadang wasir bisa mengeluarkan lendir dan menimbulkan perasaan bahwa masih ada isi rektum yang belum dikeluarkan. Gatal pada daerah anus (pruritus ani) bukan gejala dari wasir. Rasa gatal bisa terjadi karena sulit untuk menjaga kebersihan di daerah yang terasa nyeri ini.

Hemoroid

d.      Diagnosa
Diagnosis wasir yang membengkak dan terasa nyeri ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus dan rektum. Untuk keadaan yang lebih serius, misalnya tumor, bisa dibantu dengan pemeriksaan anoskopi dan sigmoidoskopi.

e.       Pengobatan
Biasanya, wasir tidak membutuhkan pengobatan kecuali bila menyebabkan gejala. Obat pelunak tinja atau psilium bisa mengurangi sembelit dan peregangan yang menyertainya.
Suntikan skleroterapi diberikan kepada penderit wasir yang mengalami perdarahan. Dengan suntikan ini, vena digantikan oleh jaringan parut.
Wasir dalam yang besar dan tidak bereaksi terhadap suntikan skleroterapi, diikat dengan pita karet. Cara ini, disebut ligasi pita karet, meyebabkan wasir menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit. Pengobatan ini dilakukan dengan selang waktu 2 minggu atau lebih. Mungkin diperlukan 3-6 kali pengobatan.
Wasir juga bisa dihancurkan dengan menggunakan laser (perusakan laser), sinar infra merah (fotokoagulasi infra merah) atau dengan arus listrik (elektrokoagulasi).
Pembedahan mungkin digunakan bila pengobatan lain gagal.
Bila wasir dengan bekuan darah menyebabkan nyeri, maka bisa diobati dengan cara:
-          Duduk berendam dalam air hangat
-          Mengoleskan salep obat bius lokal
-          Pengompresan dengan kemiri.
Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang beberapa saat kemudian, dan bekuan menghilang setelah 4-6 minggu.
Pilihan lainnya adalah memotong vena dan mengeluarkan bekuan, yang dengan segera akan mengurangi nyeri.

2.      Kanker Kolorektum (KANKER USUS BESAR)
a.      Definisi  
Kanker usus besar (KUB) ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di  kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari  saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak  berguna.

Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak  mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal). Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas:
·         Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya kehamilan.
·         Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
·         Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
·         Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.
b.      Etiologi
Secara umum kanker selalu dihubungkan dengan: bahan-bahan kimia, bahan-bahan radioaktif, dan virus. Umumnya kanker usus besar terjadi  dihubungkan dengan faktor genetik dan lingkungan. Serta dihubungkan juga dengan faktor predisposisi diet rendah serat, kenaikan berat badan, intake alkohol.

Tabel 1. Faktor Risiko Kanker Usus Besar
Sporadic colorectal cancer (88-94%)
·         Older age
·         Male sex
·         Cholecystectomy
·         Ureterocolic anastomosis
·         Hormonal factors:nulliparity, late age at first pregnancy, early menopause
·         Environmental factors
·         Diet rich in meat and fat, and poor in fibre, folate, and calcium
·         Sendentary lifestyle
·         Obesity
·         Diabetes mellitus
·         Smoking
·         Previous irradiation
·         Occupational hazards (eg, asbestos exposure)
·         High alcohol intake

·         Personal history of sporadic tumours
·         History of colorectal polyps
·         History of colorectal cancer (risk is 1.5-3% for second such cancer in first 5 years)
·         History of small bowel, endometrial, breast, or ovarian cancer

·         Familial colorectal cancer (20%)
·         First or second degree relatives with this cancer, criteria for hereditary
·         colorectal cancer not fulfilled:
•One affected first-degree relatives increases risk 2.3-fold
•Two or more effected first-degree relatives increase risk 4.25 fold
•Index case < 45 years increases risk 3.9-fold
•Familial history of colorectal adenoma increases risk 2-fold

Colorectal cancer in inflamatory bowel disease (1-2%)
·         Ulcerativa colitis
·         Crohn’s colitis

Hereditary colorectal cancer (5-10%)
Polyposis-syndromes: familial adenomatous polyposis (FAP), Gardner’s
syndrome, Turcot’s syndrome, attenuated adenomatous polyposis coli, flat
adenoma syndrome Hereditary non-polyposis colorectal cancer (HNPCC)
Hamartomatous polyposis syndromes (Peutz-Jeghers syndrome, juvenile
polyposis syndrome, Cowden syndrome)

c.       Epidemiologi
Lebih dari dari 95% KUB adalah adenokarsinoma. Kanker ini berasal dari sel glandula yang terdapat di lapisan dinding kolon dan rektum. KUB di dunia menempati urutan nomor 3 dalam frekuensinya dan merupakan penyebab kematian nomor 4 dari kematian karena kanker di dunia. WHO mengestimasikan terjadi 945.000 kasus baru setiap tahun dengan 492.000 kematian.

KUB ini lebih sering terjadi di negara maju dibandingkan dengan Negara berkembang. Di negara maju merupakan penyebab tersering kedua dari  seluruh tumor dengan insiden pada semua usia adalah 5%, walaupun sekarang insiden dan mortalitasnya sudah berkurang.

Insidensinya relatif tinggi pada negara yang intake daging tinggi seperti Kanada dan Australia sedangkan negara di Mediterania lebih rendah insidensinya karena lebih banyak mengkonsumsi buah, sayuran, dan ikan.

KUB menempati urutan ke-5 kanker terbanyak di Amerika Utara bahkan di seluruh dunia menempati urutan ke-6 dari keganasan yang paling dominan di dunia. Berdasarkan survei WHO, di USA, KUB merupakan penyebab kematian kedua terbesar akibat kanker. Pada tahun 2002 ditemukan 139.534 orang dewasa yang didiagnosa menderita kanker usus besar, sebanyak 56.603 di antaranya meninggal dunia.

Survival di seluruh dunia sangat bervariasi tergantung dari fasilitas dan obat-obatan yang tersedia. Ketahanan hidup sampai 5 tahun (5 years survival rates) di USA lebih dari 60% tetapi kurang dari 40% di negara berkembang.

Begitu juga insiden di negara-negara Asia yang kecenderungannya juga meningkat. Insiden paling tinggi di Jepang dan Korea dibandingkan negara-negara Asia lainnya.

d.      Aspek Khusus Kanker Usus Besar
1.      Perubahan Polip menjadi Kanker Usus Besar
Pada kebanyakan kasus, KUB berkembang perlahan-lahan selama beberapa tahun. Sebelum menjadi kanker murni, biasanya perkembangan dimulai dari polip nonkarsinomatous yang selanjutnya dapat berubah menjadi kanker.

 Polip merupakan jaringan yang tumbuh pada kolon atau rektum. Beberapa jenis polip disebut polip adenomatous atau adenoma yang paling sering menjadi kanker. Terdapat jenis lain dari polip yang disebut polip hiperplastik atau polip inflamasi. Polip inflamasi bukan prekanker. Demikian pula polip hiperplastik. Namun apabila polip hiperplastik tumbuh pada kolon asenden atau sisi sebelah kanan maka dapat terjadi kanker. Hal lain yang menjadi prekanker adalah displasia, yang biasanya terdapat pada penderita kolitis ulserativa di mana terjadi inflamasi yang terus-menerus pada kolon. Begitu sebuah kanker terbentuk dari polip, maka akan tumbuh dari mukosa dinding kolon atau rektum, kemudian menembus dinding dan sel kanker akan tumbuh menyebar melalui aliran darah dan limfe yang akan menyebar ke seluruh tubuh yang disebut metastase.
2.      Molekular Genetika
Vogelstein dkk. Mengemukakan model genetik dari proses karsinogenesis kolorektal yang umumnya mulai dari penampilkan point mutation K-ras dan kehilangan allele berturut-turut pada kromosom 5q (pada kasus kelainan APC), 18 q (DCC), dan 17 p (p53). Beberapa kelainan gen yang sekuensial menunjukan peran yang penting dalam perkembangan KUB.

Gen yang berimplikasi pada perkembangan KUB dapat dibagi menjadi dua kategori atas dasar fungsi mereka: jalur replikasi gen (K-ras, APC, dan  DCC) dan gen yang berperan dalam mempertahankan keutuhan struktur DNA selama replikasi (hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan p53). APC dan mutHLS gen berguna untuk screening familial adenomatous poliposis dan kanker herediter nonpoliposis. Kehilangan allele pada kromosom 18q dan mutasi pada p53 telah dihubungankan dengan prognosis yang buruk maka deteksi fenotip dapat meramalkan prognosis atau menentukan terapi. Reaksi berantai polimerase dapat mendeteksi point mutation oncogenic ras pada sampel feses pasien. Prosedur ini, walaupun belum berguna pada pemeriksaan klinis namun menunjukan kemaknaan molekular yang tinggi. Pada eksperimen invitro terlihat perkembangan neoplasia dapat ditekan dengan introduksi (transfeksi) gen fungsional p53 dan hMLH1 ke dalam sel KUB yang berpotensi untuk diterapkan sebagai modus gen terapi di kemudian hari.

3.      Mekanisme Karsinogenesis
Suatu studi terakhir menunjukan bahwa pada proses pembentukan KUB, terjadi suatu rangkaian kelainan genetik yang terjadi secara kumulatif. Pada studi ini, abnormalitas genetik adalah yang berhubungan dengan fragmentasi kromosom (juga disebut hilangnya allele atau hilangnya heterozigositas). Baru-baru ini telah dapat diisolasi empat gen yang berhubungan dengan munculnya herediter nonpoliposis Kanker Usus Besar (hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2). Gen ini adalah homolog manusia dari bakteri mutHLS kompleks yang mengatur genetik “proofreading” (perbaikan dari kelainan yang timbul pada pasangan DNA). Hilangnya fungsi ini menjadi basis dari terakumulasi pasangan DNA yang salah yang dijumpai pada kelainan fenotip kanker nonpoliposis herediter dan kira-kira 15% dari kasus kanker kolon yang sporadik. Adanya akumulasi kelainan genetik penting pada perkembangan kanker. Tumor kolorektal dengan fenotif yang salah biasanya timbul proksimal dari fleksura splenika (jauh dari jangkauan sigmoidoskopi fleksibel) dan tampak menampilkan mutasi bagian potongan besar dari DNA. Tumor ini umumnya diploid dan berhubungan dengan prognosis yang lebih baik daripada tumor tanpa kesalahan replikasi fenotip. Mekanisme dari kehilangan allele pada tumor sporadis tetap tidak diketahui.

e.       Skrening Kanker Usus Besar
Skrening dalam hal ini adalah suatu prosedur yang menilai seseorang tanpa gejala (asimptomatik) untuk mendapatkan risiko terhadap kemungkinan menderita KUB. Tes yang ideal haruslah tidak mahal, mudah dilakukan, dan tinggi tingkat spesifisitas dan sensitivitasnya. Marker adalah faktor yang dicari pada screening yang mengindikasikan tingkat risiko. Marker ini termasuk riwayat keluarga, hasil pemeriksaan darah dalam feses, pemeriksaan biokimia dan karakteristik adenoma. Populasi yang mempunyai risiko KUB dilakukan screening (high level vs low level) yang sesuai dengan faktor risikonya sehingga dapat dideteksi sedini mungkin agar dapat dilakukan tindakan secara cepat dan tepat sehingga angka kesakitan dan kematian akibat KUB dapat diturunkan.

1.      Prosedur dalam Melakukan Skrening
·      Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga sering diabaikan pada proses pendeteksian KUB. Riwayat KUB pada anggota keluarga tingkat pertama sangatlah penting sebagai prediktor dari adenoma, polip sporadik, dan kanker. Poliposis familial adenomatous, sindrom Gardner dan KUB nonpoliposis herediter adalah sindrom autosomal dominan. Poliposis familial adenomatous dan sindrom Gardner adalah variasi dari ekspresi fenotif yang abnormal dari gen APC. Kasus yang klasik adalah pasien dengan ratusan hingga ribuan adenoma.

·      Tes Feses dalam Darah (Fecal Occult Blood Test/FOBT)
Pemeriksaan faeces untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan merupakan metode sederhana dan sensitif untuk mendeteksi KUB lebih dini pada stadium asimptomatik dan dapat mengarahkan pada pemeriksaan yang lebih definitif. Studi yang dilakukan oleh Mandel menunjukkan angka  kematian akibat KUB dapat diturunkan pada pasien yang dilakukan FOBT secara rutin setiap tahun. Dampak dari studi Mandel adalah terjadinya  peningkatan frekuensi tindakan kolonoskopi.

Meskipun sensitivitas FOBT tidak tinggi, tetapi dengan pemeriksaan teratur dapat mendeteksi sekitar 92% dari kanker. Dengan pemeriksaan FOBT tahunan dengan rehidrasi akan menurunkan kematian karena KUB sebesar 33% setelah 13 tahun. Pada pemeriksaan setiap 2 tahun sebanyak 15% dan 18% setelah 7,8 tahun dan 10 tahun, tanpa dehidrasi dan 21% setelah 18 tahun dengan rehidrasi. Restriksi diet untuk pemeriksaan dengan guaiac sebaiknya dilakukan untuk menghindari positif palsu tetapi bila dengan pemeriksaan imunokimia hal ini tidak perlu dilakukan.

Dengan follow up yang lebih lama (18 tahun) pada studi Minnesota, skrening FOBT setiap tahun akan menurunkan mortalitas sebanyak 21%, konsisten dengan pemeriksaan setiap 2 tahun pada 2 studi di Eropa.
Penelitian secara sistematik dari 3 studi menunjukkan restriksi diet tidak menurunkan positivity rate untuk orang tua. Restriksi diet dibatasi dengan tidak makan daging merah (red meat) selama 3 hari.

Dari satu penelitian nasional menunjukkan hanya 1 dari 3 orang dengan FOBT positif yang berlanjut dengan kolonoskopi dan yang akan menjalani skrening penuh.

Kelemahan yang paling mendasar dari FOBT adalah komplians yang buruk. Hanya 38% hingga 60% pasien yang melakukan tes ini mematuhi persyaratan tes. Pemakaian tes ini
pada populasi umum memberi hasil yang lebih rendah.

·      Sigmoidoskopi Fleksibel
Pada operator yang terampil, sebuah fleksibel sigmoidoskop 60 cm dapat mencapai kolon desenden dan mendeteksi dua atau tiga kali lebih banyak neoplasma daripada sigmoidoskopi kaku. Harganya relatif murah dan dapat digunakan dengan prosedur tanpa sedasi. Tingginya sensitivitas dan spesitifitas dari prosedur ini pada screening menghasilkan penurunan kematian karena kanker oleh karena cakupan endoskop yang cukup baik. Namun sigmoidoskop fleksibel sendiri tidak cukup sebagai metode mendeteksi KUB nonpoliposis herediter, di mana lesinya dua pertiga terletak pada bagian proksimal hingga fleksura lienalis.

·      Barium Enema
Penggunaan ”model double kontras barium enema” telah menurun dalam beberapa tahun ini oleh karena fungsinya mulai digantikan oleh kolonoskopi. Walaupun barium enema kurang sensitif dibandingkan kolonoskopi terutama pada areal diameter kurang dari 1 cm di mana lumen tunggal tidak dapat diidentifikasi (seperti kolon sigmoid, rektosigmoid, fleksura hepatika, dan lienalis), tetapi barium enema kontras dikombinasikan dengan sigmoidoskopi fleksibel dapat menjadi alternatif pengganti kolonoskopi. Pengecualian dilakukan pada KUB nonpoliposis herediter, kolitis ulseratif dan flat adenoma syndrome karena lesinya kecil.

·      Hydrocolonic Sonography
Pengisian air ke dalam kolon diikuti dengan pemeriksaan ultrasound extracorporeal dilaporkan memiliki nilai evaluasi baik bagi kanker dan polip besar. Tidak semua investigator memiliki hasil yang sama dengan teknik ini, namun kemampuannya untuk melakukan screening secara umum sangat baik.

·      Kolonoskopi
Pemeriksaan seluruh kolon dengan kolonoskopi masih merupakan baku emas bagi visualisasi, biopsi dan bila mungkin pembuangan neoplasma kolon. Hasil dari studi National Polyps menyebutkan pembuangan adenoma dapat menurunkan risiko Kanker Usus Besar hingga 90%. Oleh sebab itu pemeriksaan ini dianjurkan setiap tiga tahun. Dengan kolonoskopi dapat dilakukan deteksi dan pembuangan polip serta biopsi kanker selama pemeriksaan. Tetapi pemeriksaan ini lebih mahal, berisiko dan menimbulkan rasa tidak nyaman untuk pasien dibanding skrening yang lain.

Interval untuk dilakukan kolonoskopi adalah 10 tahun untuk mereka yang berisiko (jika pemeriksaan yang lain negatif), didasarkan sensitivitas kolonoskopi dan pertumbuhan adenoma menjadi lanjut rata-rata 10 tahun.

Sedikit adenoma yang tidak terdeteksi dengan kolonoskopi (6% atau kurang pada adenoma yang sudah lanjut). Sebuah penelitian case control menyimpulkan pemeriksaan skrening dengan sigmoidoskopi kaku melindungi dari kematian karena kanker distal paling tidak 10 tahun dari skrening terakhir yang dilakukan.

Keberhasilan deteksi kolonoskopi tergantung pada kemampuan dari endoskopis untuk mencapai sekum dan mengindentifikasi lesi kecil. Tehnik ini masih merupakan baku emas untuk evaluasi mukosa kolon.

f.        Skrening Untuk Pasien-Pasien Risiko Tinggi
1.      Pasien Risiko Tinggi
Adanya riwayat KUB atau polip adenomatous meningkatkan risiko untuk terjadinya KUB. Secara umum, faktor risiko adalah keluarga dekat, umur muda dan jumlah anggota keluarga yang terkena risiko. Anamnesa keluarga harus dilakukan pada sindrom KUB, seperti KUB nonpoliposis atau poliposis familial adenomatous. Karena genetik molekular pada KUB sudah lebih dikenal, banyak pasien dengan kanker familial kolorektal dapat dikategorikan seperti pada Tabel 2.



Tabel 2. Rekomendasi Screening bagi Kanker Usus Besar dan Polips
Kategori Risiko
Metode Screenin
Umur untuk mulai screening
Risiko
rata - rata














Riwayat
keluarga





Herediter
nonpoliposis

Kanker Usus Besar

Familial
adenomatous
poliposis


Colitis Ulseratif

1. Tes feses darah tahunan
2. Sigmoidoskopi fleksibel tiap 5 tahun
3. Tes feses darah tahunan dengan
sigmoidoskopi fleksibel tiap 5 tahun
4. Barium enema double kontras tiap 5 tahun
5. Kolonoskopi tiap 10 tahun

Pilihan metode:
1. kolonoskopi tiap 10 tahun
2. double kontras barium tiap 5 tahun

Kolonoskopi setiap satu hingga tiga tahun,
Konsultasi dan tes genetika





Sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi setiap satu atau dua tahun, Konsultasi genetik

Kolonoskopi dengan biopsi untuk displasia setiap satu atau dua tahun


50 tahun















40 tahun atau 10 tahun
sebelum umur anggota
keluarga yang termuda
didiagnosa dengan karsi-
noma.


21 tahun




Pubertas




Tujuh hingga delapan tahun setelah didiagnosis dari pankolitis, 12 hingga 15 tahun setelah di diagnosis dengan kolitis sisi kiri.


Komite Kesehatan dan Penelitian Amerika merekomendasikan bahwa anggota keluarga tingkat satu (keluarga dekat) seorang KUB atau polip adenomatous harus dilakukan screening untuk KUB dimulai pada umur 40 tahun atau 10 tahun sebelum umur pada saat diagnosa ditegakkan pada anggota keluarga yang terkena. Oleh karena pada anggota keluarga dekat  kemungkinan KUB sebelum umur 50 tahun sangat tinggi risikonya, evaluasi kolonoskopi harus dilakukan. Pasien yang mempunyai anggota keluarga terkena KUB atau anggota keluarga dengan polip adenomatous yang terdiagnosa setelah umur 60 tahun dilakukan screening sebagai individu yang mempunyai faktor risiko rata-rata. Sebanyak 75% pasien dengan KUB nonpoliposis herediter didiagnosa pada umur 65 tahun. Istilah ”nonpoliposis“ merujuk pada perbedaan antara herediter nonpoliposis KUB dan poliposis familial adenomatous (pasien dengan ratusan polip). Progresi dari adenoma menjadi kanker lebih cepat pada pasien KUB nonpoliposis dibandingkan dengan pasien yang memiliki kanker sporadik. Pasien dengan KUB nonpoliposis herediter memiliki risiko tinggi untuk timbulnya kanker pada organ lain terutama pada ovarium dan uterus. Namun demikian gen carrier belum dapat diidentifikasikan, dan penetrasi gen KUB belum dapat diperkirakan dengan pasti.
Untuk diagnosis sindrom herediter familial nonpoliposis KUB secara klinis dipakai Kriteria Amsterdam yakni:
• KUB yang tampak pada tiga atau lebih anggota keluarga.
• Dua generasi terpengaruh.
• Satu anggota yang terkena memiliki anggota keluarga tingkat satu lain yang terkena.
• Seorang didiagnosis dengan KUB sebelum umur 50 tahun.

Skrening dilakukan pada anggota keluarga yang sesuai kriteria KUB nonpoliposis herediter, harus menjalani kolonoskopi pada umur 20 hingga 25 tahun dan setiap tiga tahun berikutnya. Pasien dan anggota keluarganya harus dirujuk ke konsulen genetika. Testing Gen Germline harus dilakukan untuk mengetahui pasangan gen yang rusak dan hasil yang diprediksi harus mencapai 50 hingga 80 persen kebenaran. Bila semua itu tidak dapat dilakukan, minimal kolonoskopi harus dilakukan secara berkala. Tes gen yang paling umum untuk familial adenomatous poliposis adalah dengan pemeriksaan protein yang berasal dari gen APC termutasi. Hanya 80% keluarga yang terkena sindrom ini mengalami mutasi yang memproduksi protein tersebut, nilai prediktif risiko bagi anggota keluarga akan lebih tinggi jika memiliki hasil positif tes gen tersebut.

Rekomendasi screeening bagi orang-orang dengan riwayat keluarga poliposis adenomatous familial adalah sigmoidoskopi fleksibel atau kolonoskopi pada masa pubertas. Kolonoskopi harus dilakukan berulang-ulang setiap satu atau tiga tahun oleh karena polip adenomatous akan bermutasi menjadi KUB. Tes genetika harus dipertimbangkan terutama bagi anggota keluarga risiko tinggi. Anggota yang memiliki nilai tes negatif mempunyai risiko rata-rata yang sama dengan populasi normal.

2.       Konsensus Terakhir Screening Kanker Usus Besar
Perkembangan terakhir konsensus mengenai screening KUB menurut US Preventive Service Task Force, European Cancer Screening Group, WHO, Ontario Expert Panel dan Australian Health Technology Advisory Committee menganjurkan:
·         Bahwa setiap pria dan wanita yang berumur 50 tahun ke atas harus menjalani screening KUB dan polip adenomatous. Screening dilakukan juga pada pasien yang lebih muda apabila adanya keluarga yang telah menderita KUB. Opsi dari screening ini yang digunakan adalah tes darah feses (fecal occult blood test/FOBT) tiap tahun, sigmoidoskopi fleksibel setiap lima tahun (atau tiap dua tahun dikombinasikan), kolonoskopi setiap 10 tahun atau barium enema setiap lima tahun. Tes feses dengan guaiac berdasarkan immunokimia menghasilkan sensitivitas dan spesifitas yang baik dan dapat digunakan secara rutin.
·         Perlu dilakukan screening pada anggota keluarga yang menderita KUB pada usia 60 tahun. Dianjurkan polipektomi ataupun bedah kanker apabila hasil tes positif. Proses screening dapat dilakukan setiap 10 tahun dengan FOBT atau digabungkan dengan sigmoidoskopi fleksibel dan dianjurkan kolonoskopi diagnostik. Barium enema dalam hal ini tidak perlu dilakukan oleh karena sensitivitasnya yang rendah.
·         Bagi pasien-pasien yang telah menjalani polipektomi perlu dilakukan screening kembali kemungkinan kekambuhannya setiap lima tahun sekali. Screening yang digunakan dapat dengan FOBT setiap lima tahun sekali yang dapat diiringi dengan sigmoidoskopi fleksibel.
·         Perlu dilakukan konseling genetika pada pasien-pasien risiko tinggi dan pertimbangan kemungkinan pemberian terapi genetika berdasarkan perkembangan teknologi DNA.

g.      Beberapa Pemeriksaan Untuk Mengetahui Penjalaran Kanker Usus Besar
Untuk mengetahui sejauh mana telah terjadi penjalaran kanker usus besar diperlukan beberapa pemeriksaan, antara lain:
·      CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk:
1.      Mengetahui metastase ke organ lain, hal ini penting untuk menentukan tingkatan staging sehingga dapat dipilih penatalaksanaan yang tepat.
2.      Mengetahui apakah tumor sudah mengecil setelah Pemberian kemoterapi, dilakukan pemeriksaan setelah 4–6 minggu setelah pemberian kemoterapi.
3.      Mendeteksi rekurensi, dilakukan pemeriksaan setiap 5 tahun.

·      Endoskopi Ultrasonografi
Dilakukan untuk mendeteksi ukuran tumor, letak tumor apakah masih sebatas jaringan mukosa atau sudah penetrasi ke submukosa dan jaringan lainnya. Hasil penelitian prospektif yang dilakukan pada 49 pasien KUB non-obstruktif, menggunakan endosonografi 3D dibandingkan konvensional didapatkan akurasi untuk tingkatan infiltrasi 88% berbanding 82%, metastase kejaringan limfe 79% berbanding 74%. Untuk KUB obstruktif akurasi endosonografi 3D untuk tingkatan infiltasi 76%, penuntun biopsi 98%, perubahan histologi terdeteksi 27%.

·      Positron Emmision Tomography (PET)
Pemeriksaan ini berguna untuk deteksi kekambuhan KUB tetapi tidak bagus untuk menentukan staging-nya. Perkembangan baru dengan kombinasi PET dan kamera CT sangat menaikkan akurasi PET untuk kanker primer.

·      Rekomendasi
Rekomendasi yang dianjurkan untuk mengetahui penyebaran dan hasil dari pengobatan adalah seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3:




Tabel 3. Summary Recommendation Cross-Sectional Imaging in Colorectal Cancer
Clinical/Diagnostic Problem
Investigation

Recommendation

Comment

Staging















Response
Assessment










Follow-up




















. Investigation
of
a Suspected
relapse





MRI
CT








Ultrasound





MRI
CT








Ultrasound

MRI
CT
Ultrasound


















MRI
CT





Ultrasound




Indicated









Indicated





Indicated









Not indicated

Indicated




















Indicated






Not Indicated

CT or MRI of abdomen to detect liver metastases
• CT or MRI of the pelvis to assess the mesorectal margins
• TRUS or MRI with endorectal coil to assess T and N
Categories*
• Secondary for setection of liver metastases
• TRUS most accurately predicts T category
• CT or MRI after every three cycles of therapy to assess
tumour response
• CT or MRI 4-6 weeks after neoadjuvant
chemoradiotherapy to assess tumour response


• For patients who are at high risk of liver metastases or
relapses, abdominal CT or MRI yearly for at least five
years to detect liver metastases
• For patients who are at high risk or relapses, abdominal
ultrasound at 6, 18, and 30 months to detect liver
metastases
• Abdominal or pelvic CT or MRI yearly for at least five
years to detect local recurrence

• Either CT or MRI can be used for diagnosing recurrence in
patients with a clinical suspicion of disease recurrence.


M. Simunovic, L. Stewart, C. Zwaal, M. Johnston, Cross-Sectional Imaging in Colorectal Cancer Report Date: April 12, 2006.

h.      PENATALAKSANAAN
1.      Penentuan Staging
Staging sangatlah penting dalam menentukan apakah kanker sudah menyebar ke organ lainnya. Bila suatu kanker ditemukan pada seorang pasien, prognosis dan pengobatan sangatlah tergantung dari lokasi, ukuran, stadium dari kanker dan kondisi kesehatan umum sang pasien. Tes tambahan sebelum penentuan stadium dari kanker dapat berupa: fisis diagnostik, tes urin dan darah lengkap, foto ronsen dari berbagai bagian tubuh seperti paru-paru, ginjal, hati, limpa, dan kelenjar limfe, pemeriksaan barium enema pada kolon dan rektum, pemeriksaan CT scan pada bagian tertentu dari tubuh yang dicurigai, ultrasonografi, MRI (magnetic resonance imaging), dan PET untuk melihat apakah sejumlah kecil kanker telah menyebar ke organ lain atau tidak.

2.      Staging Berdasarkan Stadium dan Klasifikasi Dukes
Apabila KUB didiagnosa, maka penentuan stadiumnya haruslah segera ditentukan untuk menentukan pengobatan apa yang harus dilakukan. Stadium dari KUB adalah:
·         Stadium 0           : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih ditemukan pada garis batas dalam dari kolon (muskularis mukosa)
·         Stadium 1           : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam dari kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar kolon.
·         Stadium 2           : stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang mengelilingi kolon dan rektum. Namun belum mengenai kelenjar limfe.
·         Stadium 3           : stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi belum menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
·         Stadium 4           : stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh seperti hati dan paru-paru .
Penentuan staging KUB berdasarkan sistem TNM diperlihatkan pada Tabel 4.


Tabel 4. Penentuan Staging KUB Berdasarkan Sistem TNM
T-primary tumour
TX
Primary tumour can not be assessed
T0
No evidence of primary tumour Tis
T1
Tumour invades submucosa
T2
Tumour invades muscularis propia
T3

Tumour invades through the muscularis propia into subserosa or
into non-peritonealised pericolic or perirectal tissues
T4

Tumour directly invades other organs or structures and/or
perforatesvisceral peritoneum
N-regional lymph nodes
NX
Regional lymph nodes can not be assessed
N0
No regional lymph node metastasis
N1
Metastasis in 1 to 3 regional lymph nodes
N2
Metastasis in 4 or more regional lymph nodes
M-distant metastasis
MX
Distant metastasis can not be assessed
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
Stage
overall
T
N

M

S-year
Survival 6>66
Stage I
T1, T2
N0
M0
80-95%
Stage IIA
T3
N0
M0
72-75%
Stage IIB
T4
N0
M0
65-66%
Stage IIIA
T1, T2
N1
M0
55-60%
Stage IIIB
T3, T4
N1
M0
35-42%
Stage IIIC
Any T
N
M0
25-27%
Stage IV
Any T
Any N
M1
0-7%

TNM staging system for colorectal cancer and published survival rates for  different stages

3.      Pengobatan/Terapi
Dasar terapi untuk KUB adalah operasi. Operasi yang penting yaitu eksisi total yang akan mengurangi kekambuhan lokal dan morbiditas perioperatif. Pada KUB-kolon dilakukan hemikolektomi dan pada KUB-rektal dilakukan mesorektal eksisi total. Dengan teknik dan seleksi pasien, hasil yang sempurna dapat dicapai cukup dengan operasi saja bahkan tanpa harus dilakukan radioterapi atau kemoterapi.

Namun demikian sebagian besar dari pasien KUB-kolon masih memerlukan adjuvan kemoterapi, dan pasien KUB-rektal memerlukan adjuvan radiokemoterapi. Carcinoma in situ: intraeoithellial or invasion of lamina propria

Radioterapi bertujuan mengurangi kekambuhan lokal dan meningkatkan survival untuk KUB-rektal. Ajuvan radiokemoterapi ini merupakan standar untuk pasien dengan stage II dan III KUB-rektal. Neoajuvan radiokemoterapi dicadangkan untuk KUB-rektal yang sudah lanjut (uT4).

Dari penelitian The Dutch CKVO 95-04 Trial (Neoadjuvan Trial) yang membandingkan operasi saja (dengan eksisi mesorektal total standar) dan operasi yang dikombinasikan dengan radiasi preoperasi jangka pendek (5x5Gy). Setelah diikuti selama kurang lebih 2 tahun, kekambuhan lokal terjadi 2,4% pada grup neoadjuvan radiasi dan 8,2% grup kontrol (P<0,001).

Tetapi survival keseluruhan tidak membaik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah radioterapi akan mengurangi risiko kekambuhan lokal pada KUB rendah (<10 cm dari anus, KUB-rektal) tetapi tidak pada KUB tinggi (KUB-kolon) dan hanya bermanfaat pada stage II dan III.

Untuk angka survivalitas, faktor prognostik paling penting adalah waktu pada saat diagnosa ditegakkan. 5-YSR tertinggi sekitar 90% bila KUB ditemukan masih terlokalisir, bila telah terjadi penyebaran regional angka 5-YSR sekitar 37% dan bila telah terjadi metastase jauh menjadi 25%. Pasien dengan penyebaran regional inilah yang merupakan kandidat untuk mendapat terapi ajuvan.Rejimen yang sudah dibakukan adalah 5-Fluorouracil (5-FU) kombinasi dengan agen biomodulasi seperti levamisole dan sekarang leucovorin (LV). Sejak tahun 1990, untuk KUB yang sudah metastase didapati 5 jenis obat kemoterapi baru yaitu capecitabine, oxaliplatin, irinotecan, bevacizumab dan cetuximab. Bevacizumab adalah suatu monoklonal anti-VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) antibodi, dan cetuximab suatu monoklonal anti-EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) antibodi. Saat ini, the National Comprehensive Cancer Network (NCCN) memperkenalkan 2 rejim kemoterapi baru yaitu oxaliplatin plus 5-FU infus dan LV (FOLFOX) dan oxaliplatin plus capecitabine sebagai terapi ajuvan KUB.

i.        TERAPI AJUVAN KANKER USUS BESAR
·         Rejimen Intravena
Sejak tahun 1990, digunakan 5-FU intravena plus levamisole selama 1 tahun sebagai kemoterapi adjuvan untuk KUB stadium C ke atas. Dilaporkan penurunan 33% angka mortalitasnya. Kemudian 5-FU plus LV selama 6 bulan untuk standar terapi KUB stadium III dengan disease free survival (DFS) dan survival keseluruhannya (Overall survival, OS) yang lebih tinggi. Pada tahun 2003, peneliti Eropa melaporkan penelitian 12 siklus (6 bulan) 5-FU infus plus LV dengan atau tanpa oxaliplatin (LV5FU2 vs FOLFOX4). FOLFOX4 menunjukkan perbaikan signifikan DFS 3 tahun (72,2%) dibanding LV5FU2 (65,3%) tetapi dengan efek samping netropenia berat, diare, muntah dan neuropati perifer ringan. Pada tahun 2004, FDA merekomendasikan rejimen FOLFOX4 sebagai terapi ajuvan untuk KUB stadium III dengan tumor yang sudah direseksi primer.

·         Rejimen Oral
Penelitian lain menunjukkan oral kemoterapi sama efektifnya dengan rejimen intravena untuk KUB. Penelitian fase III membandingkan capecitabine terhadap bolus 5-FU intravena plus LV (Mayo regimen) pada pasien dengan KUB Duke C (stadium III) yang dinamakan Xeloda, X-ACT trial.

Toksisitas dari capecitabine sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya (diare, stomatitis, neutropenia, mual, muntah, dan alopesia) lebih berat bila dibandingkan 5-FU bolus intravena dengan LV, perkecualian dengan timbulnya hand-foot syndrome dan hiperbilirubinemia lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan capecitabine.

Pada penelitian Diaz-Rubio dkk., menggunakan analisis retrospektif dari data X-ACT mendapatkan toksisitas yaitu diare, stomatitis, neutropenia, mual lebih banyak pada mereka yang tua dibandingkan dengan 5-FUdengan LV.

Saat ini pasien KUB yang memerlukan adjuvan kemoterapi mempunyai dua pilihan rejimen dasar yaitu FOLFOX dan Xeloda – Oxaliplatin (XELOX). Dengan penambahan bevacizumab dan cetuximab ke dalam rejimen dasar tersebut, ternyata DFS dan OS telah menjadi lebih baik lagi. Hanya biaya pengobatan menjadi sangat tinggi.

3.      Polip Kolon
a.      Definisi
Polip merupakan  neoplama yang berasal dari permukaan mukosa dan melua kearah luar. Terdapat tiga bentuk polip kolon: adenoma pendunkulasi,adema ilosa dan poliposis familial.
Adenoma pedunkulasi(juga dinamakan polip adenomatosaatau adeno polipoid) berbentuk seperti bola dilekatkan pada membran mukosa oleh tungkai yang tipis. Polip jenis ini yang menyerang kedua jenis kelamin dan pada semua umur, walaupun frekuensinya bertambah dengan meningkatnya usia. Otopsi dan pemeriksaan moidoskopi menunjukkan bahwa 7-10% populasi diatas 45 tahun terserang. Walaupun polip pedunkulasi dapat terjadi pada setiap bagian kolon, namun lebih sering terletak  pada  25-30 cm bagian distal. Polip pedunkulasi dapat tunggal atau majmuk; biasanya bergaris tengah 0.5-1 cm. secara histology,polip terdiri dari kelenjar-klenjar yang berpoliferas. Kaitan antara polip adenomatosa dengan kanker   kolon masih di perdebatkan, karena polip adenomatosa mempunyai penyebaran yang sama dalam kolon seperti kanker dan sering dikaitkan dengan kangker. Umunyan mereka dianggap tidak berbahaya. Akan tetapi, bila polip majemuk atau bila garis tengah kepala lebih besar dari 1,0 cm,kemungkinan ganas akan lebih besar.
Bentuk polip pedunkulasi lain yang paling seringterjaddi pada anak- anak dibawah 10 tahun adalah polipjuvenilis. Polip juvenilis sering kali besar, vascular, dan mempunyai pedikel yang panjang. Diduga bersifat radang dan dapat disertai perdarahan atau prolapsus melalui anus. Polip juenilis kadang- kadang terjadi pada orang dewasa.
Adenoma vilosa (papiloma venosa,adenoma sesil),berbeda dengan adenoma pedunkulasi,merupakan tumor sesil(tak bertangkai). Dengan mata terlanjang permukaannya jelas berbentuk papilar dan tampak sebagai masa nodular. Secara histologis, lesi terdiri atas tonjolan- tonjolan seperti jari (vilosa). Biasanya soliter pada kolon sigmoid atau rectum. Adenoma vilosa umumnya besar (lebih dari 5 cm) dan frekuensinya sekitar seperdelpan adenoma pedunkulasi. Keganasan jauh lebih sering terjadi pada tumor ini (kemungkinan 25%) dibandingkan adenoma pedunkulasi.
Poliposis familial  merupakan gangguan yang jarang terjadi. Diturunkan secara genetic dominant dan ditandai oleh adanya ratusan polip adenoma baik yang pedunkulasi atau sesil diseluruh usus besar. Kedua kelamin diserang sama banyak. Poli tidak terdapat pada waktu lahir, tetapi biasanya timbul sekitar pubertas. Kemungkinan timbulnya kanker meningkat dengan bertambahnya usia dan hampir 100% terdapat sekitar usia 40 tahun.

b.      Gambaran klinis
Kebanyakan polip adenoma adalah asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan pada pemerikasaan sigmoidoskopi,enema barium atau pada otopsi. Bila polip menimbulkan gejala, umumnya berupa perdarahan yang nyata atau  samar. Kadeang-kadang, polip yang besar dapat menimbulkan intususepsi dan menyebabkan obstruksi usus. Diare dan pengeluaran mucus dapat dikaitkan dengan adenoma vilosa yang besar dan foliposis familial.

c.       Pengobatan
Pengobatan polip kolon dipengaruhi oleh pertentangan mengenai kemungkinan keganasannya. Karena keungkinan keganasanya pada poliposis familial tidak di ragukan lagi, maka keadaan ini diobati dengan proktokolektomi total dan ileorektal anatomosis. Bila rectum di pertahankan, maka perlu diperikasa secara periodic terhadap kanker.
Cara pengobatan adenoma pedunkulasi atau adenoma vilosa tidak jelas. Pada umumnya, polip yan garis tengahnya lebih besar ari 2 cm, mejemuk atau vilosa dianggap mempunyai derajat keganasan yang tinggi dan sebaiknya dibuang. Polip pedunkulasi tunggal, dan bergaris tengah kurang dari 1 cm jarang menjadi ganas dan dapat diobseravasi berkala.
Polip dapat dieksisi dari bawah melalui sigmoidoskop atau kolonoskop. Lesi yang lebih besar dan adenoma ilosa diatasi dengan laparotomi dan reseksi segmental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar