Sabtu, 10 Desember 2011

Sekilas biopsikology kehamilan (EwiqLiny^_^V)

BAB I

PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Kehamilan adalah kondisi yang menimbulkan perubahan fisik maupun psikososial seorang wanita karena pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi dan janinnya. Banyak factor yang memengaruhi kehamilan, dari dalam maupun luar yang dapat menimbulkan masalah, terutama bagi yang pertama kali hamil. Perubahan yang terjadi pada kehamilan akan berdampak pada aspek psikologi kehamilan. Upaya pemeliharaan kesehatan kehamilan tidak semata-mata ditujukan kepada aspek fisik saja, tetapi aspek psikososial juga perlu diperhatikan agar kehamilan dan persalinan berjalan lancar.

Kesejahteraan ibu hamil dan melahirkan bergantung pada kebijakan Negara, organisasi kesehatan, dan kondisi masyarakat tempat wanita tersebut itu tinggal. Kesehatan dan penggunaan kemampuan untuk mengikuti nasihat yang dianjurkan dipengaruhi oleh lingkungan social, keuangan, dan kebijakan perwatan kesehatan. Kehamilan memberi dampak pada seluruh anggota keluarga. Masing-masing keluarga beradaptasi dan berinterpretasi berbeda, berganrung pada budaya dan pengaruh tren social. Perawat/bidan harus beradaptasi pada kondisi ini agar berperan sesuai dengan harapan keluarga.



1.2  Rumusan masalah

1.2.1        Bagaimana periode antenatal?

1.2.2        Bagaimana adaptasi kehamilan?

1.2.3        Bagaimana menyiapkan kelahiran?



1.3  Tujuan

1.3.1        Untuk mengetahui periode antenatal.

1.3.2        Untuk mengetahui adaptasi kehamilan.

1.3.3        Untuk mengetahui menyiapkan kelahiran.



BAB II

PEMBAHASAN



2.1.        Periode Antenatal

Periode antenatal adalah kondisi yang dipersiapkan secar fisik dan psikologis untuk kelahiran dan menjadi orang tua. Pada periode ini, wanita yang sehat akan mencari petunjuk dan perawatan secara teratur. Kunjungan antenatal biasanya dimulai segera setelah terlambat haid sehingga dapat diidentifikasi diagnosis dan dilakukan perawatan terhadap kelainan yang mungkin berkembang pada ibu hamil. Perawatan didesain untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin dan menentukan keadaan abnormal untuk mengantisipasi kelahirannya. Ibu dan keluarganya membutuhkan dukungan untuk mengatasi stress dan untuk belajar menjadi orang tua.

2.2.        Adaptasi Kehamilan

Kehamilan memengaruhi seluruh anggota keluarga sehingga setiap anggota keluarga harus beradaptasi. Adaptasi ini memerlukan proses, bergantung pada budaya lingkungan yang sedang menjadi tren masyarakat.

                2.2.1       Adaptasi Maternal

Wanita segala usia selama masa kehamilannya beradaptasi untuk berperan sebagai ibu, suatu proses belajar yang kompleks secara social dan kognitif. Pada kehamilan awal, tidak ada yang berbeda. Ketika janin mulai bergerak pada trimester kedua, wanita mulai memerhatikan kehamilannya dan berdiskusi dengan ibunya atau teman lain yang pernah hamil.

Kehamilan merupakan krisis maturasi yang dapat menimbulkan stress. Namun, jika krisis tersebut dapat ditanggulangi, wanita menjadi siap untuk memasuki fase baru, yaitu mengemban tanggung jawab dan merawat kehamilannya. Konsep diri wanita berubah, siap menjadi orang tua dan menyiapkan peran baru. Secara bertahap, ia berubah dari memerhatikan dirinya sendiri dan mempunyai kebebesan, menjadi berkomitmen untuk bertanggung jawab kepada makhluk lain.

Perkembangan ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas, yaitu menerima kehamilan, mengidentifikasi peran sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suaminya, dan dengan bayi yang dikandungnya serta menyiapkan kelahiran bayinya. Dukungan suami secara emosional adalah factor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ini.

v  Identifikasi Peran

Peran ibu dimulai ketika wanita menjadi ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan social terhadap aturan peran wanita dapat memengaruhi pilihan untuk menjadi ibu atau wanita karier, menikah atau tetap melajang, atau menjadi bebas, bukan bergantung pada orang lain. Bermain peran dengan boneka, mengasuh bayi dan saudara dapat meningkatkan pemahaman tentang peran ibu. Perempuan yang menyukai bayi atau anak-anak, mempunyai motivasi untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu.

v  Hubungan dengan Janin

Hubungan ibu dengan anak dimulai sejal hamil, ketika ibu mengkhayal dan memimpikan dirinya sebagai ibu. Ibu ingin dekat, hangat, bercerita kepada bayinya dan memcoba membayangkan adanya tangisan bayi, gangguan terhadap kebebasan, dan kegiatan mengasuh anak. Hubungan ibu dan anak berkembang dalam 3 fase selama hamil.

Ø  Fase 1. Ia menerima kenyataan biologis tentang kehamilan dengan pernyataan “saya hamil” dan menyatakan ide tentang anak di dalam tubuhnya dan gambaran dirinya sebagai berikut:

·      Pikiran terpusat pada dirinya

·      Menyadari kenyataan dirinya hamil

·      Janin adalah bagian dari dirinya

·      Janin seolah-olah tidak nyata

Ø  Fase 2. Pada saat ini ibu merasakan hal-hal sebagai berikut:

·      Menerima tumbuhnya janin yang merupakan makhluk yang berbeda dengan dirinya (pada bulan ke-5).

·      Timbul pernyatan “Saya akan menpunyai seorang bayi”.

·      Tumbuh kesadaran bahwa bayinya adalah makhluk lain yang terpisah dari tubuhnya

·      Terlibat dalam hubungan ibu-anak, asuhan dan tanggung jawab.

·      Mengembangkan kedekatan (attachment). Wanita yang kehamilannya direncanakan akan senang dengan kehamilannya dan merasa dekat dengan bayinya lebih awal disbanding wanit lain.

·      Menerima kenyataan hamil, mendengar denyut jantung janin, dan merasakan gerakan janin, membuat wanita merasa tenang sehingga dapat lebih berintrospeksi dan berfantasi tentang anaknya. Ia akan senag pada anak kecil.

Ø  Fase 3. Ini adalah proses attachment dan ibu merasakan hal-hal sebagai berikut:

·      Meras realistis.

·      Mempersiapkan kelahiran.

·      Mempersiapkan diri menjadi orang tua.

·      Spekulasi mengenai jenis kelamin anak.

·      Keluarga berinteraksi dengan menenpelkan telinganya ke perut ibu dan berbicara dengan janin.

v  Respons Psikologis Keluarga

Kehamilan merupakan tantangan, titik balik dari kehidupan keluarga, dan biasanya diikuti oleh stress dan gelisah, baik itu kehamilan yang diharapkan atau tidak. Untuk keluarga pemula, kehamilan adalah periode transisi dari masa anak-anak menjadi orang tua dengan karakteristik yang menetap dan mempunyai tanggung jawab. Wanita akan menjadi ibu dan suaminya akan menjadi ayah. Hubungan mereka berubah, begitu juga dengan keluarga besar atau masyarakat yang membutuhkan penyesuaian kembali dengan dinamika keluarga.

Keluarga dan ibu hamil, perlu memelihara keterbukaan dan keseimbangan, menjada tugas perkembangan, serta mecari bantuan dan dukungan agar tidak terjadi konflik. Selam hamil, pasangan merencanakan bersama kelahiran anak pertama mereka, dan mengumpulkan informasi tentang cara menjadi orang tua. Ketersediaan dukungan social untuk kesejahteraan psikososial ibu hamil adalah factor penting. Jaringan social seringkali digunakan sebagai sumber terbesar dalam memperoleh nasihat kehamilan.

Anggota keluarga yang lain, terutama anak-anak dan kakek/nenek juga harus menyesuaikan diri dengan ibu hamil. Untuk beberapa pasangan, kehamilan dapat berkembang menjadi krisis yang merupakan gangguan ato konflik yang dapat mengganggu keseimbangan. Kehamilan merukana krisis maturasi yang normal terjadi pada keluarga. Kelehaman ego, kehilangan pertahanan diri, tidak tertanggulanginya masalah yang muncul, dan perubahan hubungan akan menimbulkan perilaku maiadaptif pada satu atau lebih anggota keluarga dan kemungkinan pecahnya keluarga. Keluarga yang mampu menganggulangi krisis akan kembali berfungsi secara normal dan bahkan terjadi ikatan yang lebih kuat.

Kondisi hamil mengganggu citra tubuh ibu hamil. Ibu hamil juga perlu mengkaji kembali perubahan peran dan hubungan sosialnya. Stress pada ibu hamil dipengaruhi oleh emosi, sosiologi, latar belakang budaya, dan penerimaan atau penolakan terhadap kehamilannya. Respons emosi dan psikologis ibu hamil termasuk menolak, menerima, introversi, perasaan berubah, dan perubahan citra tubuh.

Ambivalensi. Perasaan menolak (ambivalensi) disebabkan oleh perasaan khawatir bahwa waktunya “salah”, bahwa kehamilan ini tidak diinginkan, “nanti” dan “tidak sekarang”, karena merasa takut dan cemas, merasa ragu-ragu pada peran baru, tidak tertanggulanginya konflik dengan ibu, atau ketakutan terhadap kehamilan dan persalinan. Akibat dari penolakan yang berkepanjangan antara lain sering mengalami depresi, ketidaknyamanan fisik, ketidakpuasan bentuk tubuh, perubahan perasaan yang drastic, dan kesulitan menerima perubahan akibat kehamilan.

Cemas. Cemas adalah suatu emosi yang sejak dulu dihubungkan dengan kehamilan. Namun, hubungan ini belum jelas. Cemas mungkin merupakan emosi positif sebagai perlingdungan menghadapi stressor, yang dapat menjadi masalah apabila berlebihan.

Depresi kehamilan. Banyak penelitian tentang depresi berfokus pada depresi pascapartum atau menilai depresi antenatal untuk memprediksi depresi pascapartum.

Menerima kehamilan. Langkah pertama untuk beradaptasi dengan peran sebagai ibu adalah menerima ide untuk hamil. Tingkat pemerimaan ini digambarkan dalam kesiapan wanita untuk hamil dan dalam respons emosinya. Banyak wanita merasa kaget mendapatkan darinya hamil. Pemerimaan terhadap kondisi hamil sejalan dengan penerimaan tumbuhnya janin secara nyata. Kehamilan yang tidak diterima, berbeda dengan menolak anak. Seorang wanita dapat tidak suka untuk hamil, tetapi mencintai anak yang akan dilahirkan.

Pada trimester pertama, kenyataan hamil yang dialami ibu meliputi amenorea (tidak haid), uji kehamilan dinyatakan positif, pikiran terpusat pada dirinya, janin adalah bagian dari dirinya, dan janin seolah-olah tidak nyata.

Pada trimester kedua, ibu relative tenang morning sickness dan ancaman abortus spontan sudah lewat. Ibu akan menghadapi kenyataan bahwa ada janin yang berada di dalam kandungannya. Hal itu disarankan melalui gerakan janin dan perutnya yang bertambah besar. Hubungan ibu dan anak mulai timbul. Ibu mulai berfantasi tentang bayinya.

Pada trimester ketiga terdapat kombinasi perasaan bangga dan cemas tentang apa yang akan terjadi pada saat melahirkan. Pada saat itu, ibu akan mengalami:

Ø  Merasa diri diistimewakan di lingkungan umum (ia dapat menerima atau menolak).

Ø  Proses kedekatan dengan janinnya berlanjut

Ø  Mempersiapkan diri menjadi orang tua/ ibu.

Ø  Spekulasi mengenai jenis kelamin anak dan nama anak.

Ø  Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinga ke perut ibu, berbicara dengan janinnya.

Pada akhir trimester ketiga ketidaknyamanan fisik meningkat dan ibu memerlukuan istirahat. Ibu merasa lebih cemas terhadap kesehatan dan keselamatan melahirkan. Untuk itu, perlu dianjurkan untuk menyiapkan kelahiran dan menyesuaikan diri dengan kontraksi rahim. Ibu akan menjadi lebih sensitive dan memerlukan perhatian dan dukungan dari suami atau keluarganya.

Perasaan murung. Emosi ibu hamil bermacam-macam, misalnya, menangis karena sebab yang sepele. Bila ditanya mengapa, ia akan sulit member jawaban. Situasi ini mungkin tidak menenakkan bagi suami dan keluarganya sehingga menyebabkab kebingungan. Jika suami tidak dapat menangani masalah ini, ia dapat menjauh atau bersikap tidak peduli. Ibu hamil akan merasa tidak dicintai dan tidak didukung kerana ia butuh untuk lebih disayangi dan diperhatikan. Agar keadaan lebih mudah diatasi, pasangan suami istri perlu diberi pemahaman bahwa ini adalah karakteristik ibu hamil.

Perubahan citra tubuh. Perubahan tubuh ibu hamil yang berlangsung cepat akan menimbulkan perubahan citra tubuh. Tingkat perubahan dipengaruhi oleh factor kepribadian, respons social, dan sikap menghadapi kehamilan. Perubahan citra tubuh adalah hal normal, tetapi dapat menimbulkan stress. Untuk membantu menghilangkan stress dalam kehamilan, diperlukan penjelaskan dan diskusi dengan pasangan.

v  Tugas Ibu Hamil

Rubin (1984) dalam mengidentifikasi ada empat tugas ibu hamil dalam memelihara kehamilannya, yaitu:

Ø  Memastikan keamanan kehamilan dan persalinan dengan cara:

·      Mencari pemeriksaan ibu hamil yang baik.

·      Mencari informasi tentang aktivitas merawat diri: diet, olahraga, bahaya konsumsi alcohol.

·      Pada trimester ketiga, saat janinnya lebih lambat bergerak, tubuh ibu terasa lebih ringan karena bagian terendah janin sebagian sudah turun ke pintu atas panggul. Ibu harus lebih berhati-hati naik/turun tangga dan menjaga keseimbangnnya. Ibu hamil sering merasa khawatir jika suaminya terlambat pulang, sulit tidur, dan ketakutan dalam menghadapi persalinan

Ø  Mencari lingkungan yang menerina anaknya. Ibu memerlukan dukungan dari kelompok, figure suami diperlukan untuk membantu penyesuaian dalam mendapatkan identitas sebabagi ibu. Jika di rumah ada anak-anak yang lain, ibu juga perlu memastikan penerimaan mereka terhadap anak yang akan lahir. Wanita perlu mengupayakan hubungan eksklusif dengan suami dan anak pertamanya, dan hal itu dapat menimbulkan stress. Penerimaan social terhadap ibu yang masih remaja, orang tua tunggal, atau anak yang lahir tidak diinginkan akan lebih sulit. Perlu waktu dan tenaga untuk mengubah situasi tersebut.

Ø  Mencari kepastian dan penerimaan diri sebagai ibu. Selama trimester pertama keberadaan anak masih abstrak. Dengan adanya quickening, anak mulai menjadi nyata, dan ibu mengembangkan hubungan melalui ferakan janin dalam perutnya. Ini merupakan cara yang eksklusif untuk merasakan cinyanya. Ibu lalu berfantasi membayangkan anak yang ideal, yang akan memotivasinya untuk berperan sebagai ibu. Rasa cinta itu akan meningkatkan komitmen untuk melindungi janinnya, termasuk setelah lahir.

Ø  Belajar memberi kepada seseorang dan sebagai wakil dari anak. Kelahiran melibatkan banyak kegiatan “memberi”. Laki-laki memberikan anak pada wanita yang berbalik memberikan kepada anak kepada laki-laki tersebut. Hidup memberikan anak-anak, kakak mendapatkan adik, dan wanita mulai mengembangkan anggota keluarganya. Semua yang “berbau” bayi dan hadiah-hadiah untuk bayi meningkatkan harga diri ibu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar